FILOSOFI BATIK CIREBON
Kebudayaan
Indonesia sangat kaya dan beragam yang terbentang dari sabang sampai merauke.
Semua itu merupakan warisan yang tak ternilai harganya bagi bangsa ini. Agar
bisa dimengerti, kebudayaan harus diwujudkan dalam bentuk-bentuk indrawi,
difungsikan, dan dimaknai secara spiritual. Makna budaya dapat membuka suatu
cakrawala bila manusia mampu menempatkan diri, Musman (2011). Salah satu wujud
kebudayaan yang ada di Indonesia adalah batik.
Batik
merupakan suatu keseluruhan teknik, teknologi serta pengembangan motif dan
budaya yang terkait. Saat ini UNESCO (The
United Nations Educational, Scientidic and Cultural Organizations) telah
mengukuhkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia (World Heritage) untuk budaya lisan dan non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible
Heritage of Humanity) yang secara resmi dikukuhkan pada 2 Oktober 2009 di
Perancis. Pengukuhan ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan UNESCO dalam
mendorong pengenalan, perlindungan, dan pemeliharaan budaya serta warisan
berupa batik itu sendiri oleh kita semua sebagai bangsa Indonesia.
Batik
merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia sejak lama. Menurut pelukis batik Amri Yahya dalam Musman
(2011) mendefinisikan batik sebagai karya seni yang banyak memanfaatkan unsure
menggambar ornamen pada kain dengan proses tutup celup (Wax-resist dyeing) dengan menggunakan malam pada kain yang berisikan
motif-motif ornamentatif. Setidaknya ada dua pengertian batik. Pertama, batik
merupakan teknik tutup-celup (resist
technique) dalam pembentukan gambar kain. Menggunakan lilin sebagai
perintang dan zat pewarna bersuhu dingin sebagai bahan pewarna desain pada
katun. Kedua, batik adalah sekumpulan desain yang sering digunakan dalam
pembatikan pada pengertian pertama tadi, yang kemudian berkembang menjadi cirri
khas desain tersendiri walaupun desain tersebut tidak lagi dibuat di atas katun
dan tidak lagi menggunakan lilin.
Batik
di Indonesia penuh dengan keragaman latar belakang sejarah dan budaya dari
daerah-daerah di Indonesia. Tiap batik dari daerah yang berbeda tidak bisa
dibandingkan keindahannya sebab masing-masing memiliki kekayaan corak yang unik
dan khas sehingga para pencinta batik dapat mengatakan cirri-ciri suatu motif
hanya dengan melihat sekilas. Keunikan dan keindahan karya batik, terutama yang
telah berkembang di Jawa yang harus terus digali, semakin memperkaya keanekaragaman batik Indonesia. Beberapa
wilayah provinsi di Indonesia seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Barat, dan Jawa Timur memiliki keanekaragaman batik, misalnya batik
Garutan, Pacitan, Tuban, Lasem, Pati, Kudus, Demak, Semarang, Batang,
Pekalongan, Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu, Slawi, Banjarnegara, Sokaraja,
Banyumas, Kebumen, Purworejo, Imogiri, Bantulan, Bayat, Solo, Sragen, Wonogiri,
Sukoharjo, Tulungagung, Sidoarjo (Musman & Ambar, 2011).
Batik
Cirebon keberadannya berawal dari lingkungan keraton, pada saat itu kegiatan
membatik hanya dilakukan oleh kerabat keluarga keraton serta para abdi dalem. Motif
yang digunakan dalam aplikasi batik ini merupakan motif-motif berupa benda yang
ada dilingkungan keraton seperti motif wadasan (berupa motif awan atau batu
cadas), motif singa barong dan paksi naga liman (motif yang terinspirasi dari
kendaraan kerajaan) dan masih banyak motif lainnya. Motif-motif tersebut kaya
akan arti filosofis dan sarat akan makna kehidupan. Motif-motif ini dikenal
dengan motif Batik Cirebon Klasik.
Lambat laun kegiatan membatik tidak hanya dilakukan oleh kerabat keluarga
keraton saja namun kegiatan membatik ini dilakukan juga oleh pribumi atau
masyarakat biasa. Kegiatan membatik yang terjadi dikalangan pribumi ini terjadi
karena para abdi dalam memberikan keterampilan membatik ini sembari menyebarkan
atau mensyiarkan agama islam.
Tokoh
yang ikut serta mengenalkan batik ke masyarakat pribumi ini adalah Ki Gede
Trusmi. Pada awalnya kegiatan membatik dikerjakan oleh anggota tarekat yang
mengabdi pada keraton, sebagai sumber ekonomi untuk membiayai tarekat tersebut.
Para pengikut Tarekat ini tinggal disekitar daerah Plered tepatnya daerah
Trusmi. Sampai saat ini daerah tersebut merupakan sentral produksi batik utama
di Cirebon. Motif-motif yang berkembang lebih berwarna dan banyak dipengaruhi
budaya luar. Motif yang berkembang ini menjadi cirri khas tersendiri dan
dikenal dengan Motif Batik Pesisiran.
Motif ini sangat beragam dan kaya, biasanya mengandung unsure flora, fauna,
atau menggambarkan aktifitas kegiatan manusia sehari-hari. Warna yang
dihadirkan dalam jenis batik ini juga lebih beragam, namun motif batik ini
secara maknawi kurang dibandingkan dengan motif Batik Klasik Cirebon.
Batik
& Maknanya
Ajining
Badan dening busana,
ajining diri dening pakarti,
ajining
bangsa dening budaya,
ajining
budaya dening agama.
(Ki Kartani
Cirebon)
Kutipan di atas memiliki makna busana
merupakan cerminan identitas, watak, dan kondisi social ekonomi pemakainya,
juga merupakan indicator moral dan budaya suatu bangsa (kompasiana, 2013).
Batik merupakan salah satu busana yang digunakan oleh bangsa kita yang memiliki
nilai keindahan dan kesopanan yang mencerminkan budaya bangsa kita.
Berdasarkan etimologi dan
terminologinya, batik berasal dari dua kata mbat
dan tik. Mbat dalam bahasa Jawa diartikan sebagai ngembat atau melempar berkali-kali, sedangkan tik berasal dari kata titik. Jadi, membatik berarti melempar
titik-titik berkali-kali pada kain. Sehingga akhirnya bentuk titik-titik
tersebut berhimpitan menjadi bentuk garis. Selain itu, ada juga yang
berpendapat batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa amba yang bermakna menulis dan titik yang bermakna titik.
Seperti yang sudah diuraikan pada
pendahuluan bahwa ada dua pengertian tentang batik. Pengertian pertama bahwa
batik merupakan teknik tutup celup (resist
technique) dalam pembentukan gambar kain, menggunakan lilin sebagai
perintang dan zat pewarna bersuhu dingin sebagai bahan pewarna desain pada
katun. Kedua batik merupakan sekumpulan desain yang sering digunakan dalam
pembatikan pada pengertian pertama tadi, yang kemudian berkembang menjadi cirri
khas desain tersendiri walaupun desain tersebut tidak lagi dibuat di atas katun
dan tidak lagi menggunakan lilin. Istilah batik bisa saja berarti satu desain
tradisional bernama kawung, tetapi bukan dibuat pada kain katun melainkan
teknik cetak digital pada kertas kado misalnya.
Proses
Pembuatan Batik
Menurut prosesnya, batik dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu batik tulis, batik cap dan kombinasi antara batik tulis dan batik cap. Selanjutnya sesuai dengan perkembangan teknologi dan menghindari lamanya proses produksi batik, digunakan screen printing agar dapat diprodiksi dengan cepat. Walaupun begitu, produk ini tidak bisa digolongkan sebagai suatu batik tetapi dinamakan tekstil motif batik atau batik printing.
Gambar 1. Batik Tulis, Batik Cap,
dan Batik Print.
Pada bahasan kali ini lebih ditekankan pada proses
pembuatan batik tulis. Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting.
Canting merupakan alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung
malam (lilin batik). Ujungnya berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam
yang digunakan untuk membentuk gambar pada permukaan bahan yang akan dibatik.
Pengerjaan batik tulis dibagi menjadi dua, yaitu batik tulis halus dan batik
tulis kasar. Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk membuat batik tulis,
yaitu:
1. Bandul.
Bandul terbuat dari logam, misalnya besi, timah, tembaga, atau kuningan. Bisa
juga menggunakan kayu atau batu. Fungsinya adalah untuk menahan kain mori yang
baru dibatikagar tidak mudah ditiup angin atau tarikan pembatik secara tidak
disengaja.
2. Dingklik.
Adalah tempat duduk yang digunakan untuk pembatik. Tingginya disesuaikan dengan
tinggi orang yang membatik. Bangku ini biasanya terbuat dari kayu atau rotan.
3. Gawangan.
Digunakan sebagai tempat untuk menyampirkan kain. Gawangan atau yang disebut
juga dengan sampiran terbuat dari kayu atau bambu. Fungsinya adalah untuk
menggantungkan kain mori yang akan dibatik. Sampiran ini biasanya berbahan
ringan dan mudah dipindah-pindah.
4. Taplak.
Biasanya dibuat dari kain, fungsinya adalah untuk menutup dan melindungi paha
pembatik dari tetesan lilin (malam) dari canting.
5. Meja
kayu/kemplongan. Merupakan alat penghalus kain secara tradisional, yang terbuat
dari kayu yang berbentuk meja. Kemplongan ini terdiri dari palu, kayu, dan
penggilasan kayu. Alat ini digunakan untuk meratakan kain. Mori yang kusut
sebelum diberi pola motif batik dan dibatik.
6. Canting.
Merupakan alat untuk melukis atau menggambar dengan coretan lilin/malam pada
mori. Canting sebagai alat pembentuk motif halus, sedangkan kuas untuk ukuran motif
besar. Canting akan sangat menentukan nama batik yang akan dihasilkan menjadi
batik tulis. Alat ini terbuat dari kombinasi tembaga dan kayu atau bambu.
Menurut fungsinya canting dibagi menjadi beberapa macam:
·
Canting reng-rengan.canting ini digunakan untuk
membatik reng-rengan. Reng-rengan adalah batikan pertama yang sesuai dengan
pola atau membatik kerangka dari motif pola dasar sebelum pembatikan
selanjutnya. Pola adalah lukisan motif batik yang digunakan untuk model contoh.
·
Canting isen adalah canting untuk mengisi
bidang polan. Bidang polan adalah hasil mencontoh kerangka pola batik bersama
isen. Canting isen bercucuk kecil, baik tunggal maupun rangkap.
Menurut
besar kecilnya cucuk canting dibagi menjadi tiga macam yaitu canting cucuk
kecil, canting cucuk sedang dan canting cucuk besar. Sedangkan menurut
banyaknya cucuk canting dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu canting
cecekan/titik, canting loron/ganda memiliki cucuk dua, canting telon (cucuk
tiga), canting prapatan (cucuk empat), canting liman (cucuk lima), canting byok
(canting bercucuk tujuh atau lebih) dan canting renteng/ galaran (bercucuk
genap).
7. Kain
mori merupakan kain yang digunakan sebaagai bahan membatik yang terbuat dari
kapas. Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya menentukan baik buruknya kain
batik yang dihasilkan.
8. Lilin
(malam). Malam yang akan digunakan merupakan lilin yang telah dicairkan. Ada
berbagai macam jenis malam yang digunakan, dan tiap jenis malam berpengaruh
pada hasil dari batik. Jenis lilin yang digunakan antara lain:
·
Malam tawon yang berasal dari sarang lebah
(tala tawon). Tala twon dipisahkan dari telur lebah dengan cara merebusnya.
·
Malam lancing berasal dari tawon lancing.
·
Malam timur berasal dari minyak tanah
buatan pabrik
·
Malam sedang pabrikan berasal dari minyak
tanah.
·
Malam putih pabrikan berasal dari minyak
tanah.
·
Malam kuning pabrikan berasal dari minyak
tanah.
·
Malam songkal pabrikan berasal dari minyak
tanah.
·
Malam geplak pabrikan berasal dari minyak
tanah.
·
Malam gandarukem pabrikan berasal dari
minyak tanah.
9. Kompor.
Wajan kecil dan kompor digunakan untuk memanaskan lilin. Kompor biasanya
menggunakan bahan bakar minyak tanah. Dalam perkembangannya kompor batik dibuat
dengan energy listrik.
10. Zat
pewarna. Zat pewarna batik dapat berasal dari pewarna sintetis atau alami.
Berikut ini merupakan daftar tabel pewarna alami.
Di
Indonesia, batik sudah ada sejak zaman Majapahit dan sangat popular pada abad
ke-18 atau awal abad ke-19, batik yang dikenal saat itu adalah batik tulis.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang
menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja di Indonesia. Pada awalnya
batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton. Hasilnya digunakan untuk pakaian
raja, dan keluarga, serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut
raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka
keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Sama
halnya dengan perkembangan batik di Indonesia, perkembangan batik Cirebon di
inisiasi oleh keluarga lingkungan keraton. Keraton-keraton yang ada di Cirebon
meliputi keraton Kasepuhan, Kanoman, Keprabon dan Cirebon. Sejarah batik di
Cirebon terkait erat dengan proses asimilasi budaya serta tradisi ritual
religious. Prosesnya berlangsung sejak Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam di
Cirebon sekitar abad ke-16. Sejarah batik Cirebon dimulai ketika pelabuhan
Muara Jati (Cirebon) menjadi tempat persinggahan para pedagang dari Tiongkok,
Arab, Persia, dan India. Saat itu terjadi asimilasi dan akulturasi beragam
budaya yang menghasilkan banyak tradisi baru bagi masyarakat Cirebon.
Pernikahan
Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati merupakan awal masuknya budaya dan tradisi
Tiongkok (Cina) ke keraton. Ketika itu, keraton menjadi pusat sehingga idea tau
gagasan, pernak pernik tradisi, dan budaya Cina yang masuk bersama putri Ong
Tien menjadi pusat perhatian para seniman Cirebon. Pernak-pernik Cina yang
dibawa putri Ong Tien sebagai persembahan kepada Sunan Gunung Jati menjadi
inspirasi para seniman termasuk para pembatik. Beberapa motif hasil inspirasi
para pembatik tersebut adalah motif burung hong (phoenix), liong (naga), kupu-kupu, kilin dan banji
(swastika atau symbol kehidupan abadi). Dan motif yang paling terkenal dan
monumental adalah motif mega mendung.
Persentuhan
budaya cina dengan seniman batik di Cirebon melahirkan motif batik baru khas
Cirebon dengan motif Cina sebagai inspirasi. Seniman batik Cirebon kemudian
mengolahnya dengan cita rasa masyarakat setempat yang beragama islam. Dari
situlah, lahir motif batik dengan ragam hias dan keunikan khas, seperti Paksi
naga liman, Wadasan, banji, patran kangkung, singa barong, ayam alas, serta
motif lainnya.
Sejarah
batik di Cirebon juga terkait perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat
di Banjarmasin, Kalimantan. Tokoh yang mengembangkan kesenian Batik di luar
keraton adalah Ki Gede Trusmi, beliau mengembangkan batik dalam rangka syiar
penyebaran agama islam. Sampai saat ini wilayah yang dijadikan pengembangan
syiar masih tetap aktif memproduksi batik. Daerah tersebut berada di desa
Trusmi kecamatan Plered, Cirebon.