Kecerdasan Emosional/ Emotional Quotient (EQ)
Mayer
dan Salovey dalam Yahaya (2012) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kecerdasan yang melibatkan kemampuan untuk mengendalikan emosi diri dan emosi
terhadap orang lain. Menurut mereka, kecerdasan emosional dapat dikategorikan
ke dalam lima aspek, yaitu: kesadaran diri, mengatur emosi, motivasi diri,
empati dan kemampuan interpersonal.
1.
Kesadaran diri dan
mengetahui emosi diri sendiri serta dapat mengidentifikasi emosi ketika emosi
tersebut muncul. Kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli
psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri. Mayer dalam Goleman (2002) menyatakan bahwa
kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang
suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam
aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin
penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
2.
Mengatur emosi adalah
menjaga dan menangani emosi diri. Menurut Goleman (2002) mengatur emosi
merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap
dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan
mempengaruhi kestabilan kita.
3.
Motivasi diri adalah
langkah untuk menggunakan emosi positif dalam mencapai tujuan. Kemampuan ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan), memotivasi diri
sendiri (prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri
individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan
dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang
positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri)
4.
Empati adalah sensitif
terhadap perasaan orang lain, peduli dan menerima perspektif mereka dan
menghargai perbedaan yang ada dalam perasaan orang lain. Goleman (2002)
mengatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan
kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu
menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa
yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang
lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan
orang lain.
5.
Keterampilan
interpersonal dapat mengontrol emosi orang lain, memiliki kompetensi dan
keterampilan sosial. Kemampuan ini merupakan suatu keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002).
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan
membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan
sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Kemudian,
Mayer dan Salovey (1997) menyempurnakan definisi kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk mendeteksi emosi, untuk menggunakan dan menciptakan emosi dalam
berpikir, memahami emosi dan mengakuisisi pengetahuan mengenai emosi, dan
selalu berpikir untuk mengendalikan emosi. Menurut Salovey & Mayer (1990)
bahwa emosi membuat berpikir cerdas. Selanjutnya, Mayer et al. (2008) menyatakan bahwa beberapa individu memiliki kapasitas
yang lebih besar daripada yang lain untuk melaksanakan pengolahan emosi dan
mengatur rangsangan emosi, dan menggunakan informasi ini sebagai dasar untuk
berpikir dan perilaku. Berdasarkan pernyataan tersebut, tampak bahwa individu
dengan tingkat kecerdasan emosi yang tinggi, yang mampu memperhatikan, menggunakan,
memahami, dan mengelola emosi dengan baik, akan berpotensi dapat beradaptasi
dengan lingkungan dan orang lain secara baik.
Goleman
(2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan
kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan
sosial. Kecerdasan emosional bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan
untuk berkuasa atau memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan
sedemikian sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan
orang ketiga sama dengan orang lain secara lancar menuju tujuan bersama. Dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan emosional meliputi kecerdasan interpersonal
(kecerdasan pribadi) dan intrapersonal (kecerdasan sosial) yang
berfungsi sebagai tali pengendali untuk menyeimbangkan perasaan, pikiran serta
tindakan, meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati, dan
keterampilan sosial.
Kecerdasan
emosional menjadi populer dalam pembahasan Daniel Goleman di tahun 1995. Ia
percaya bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh kuat dalam IQ (Yahaya,
2012). Goleman (2000) menyatakan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya
menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor
kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau emotional
quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi,
mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta
kemampuan bekerja sama. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan
oleh Durgut et al. (2013) bahwa ada
hubungan positif antara kecerdasan emosional dan prestasi akademi. Menurut Epstein dan Le Doux dalam Nwadinigne
& Azuka (2012), mengatakan bahwa kedua domain, baik itu domain kognitif
maupun domain emosional siswa perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam
akademik dan harus menjadi tujuan utama untuk mendidik siswa.
Kecerdasan
emosional ini sangat diperlukan oleh siswa baik itu untuk belajar, berinteraksi
dan berkomunikasi tidak hanya dengan guru mereka, tetapi juga dengan teman
sekelas. Pada fenomena sehari-hari, kecerdasan emosi dianggap menjadi kemampuan
yang membantu seseorang mengartikan dan menanggapi emosi yang berbeda dialami
oleh seseorang setiap harinya. Menurut Nelson dan Rendah dalam Rowelie et al. (2015) siswa yang kecerdasan
emosionalnya rendah akan mengalami beberapa tantangan dalam penyesuaian diri
atau akan sulit untuk menangani secara efektif tuntutan tugas-tugas di sekolah,
maka siswa tersebut mungkin tidak akan mampu mencapai tujuan pribadi yang
meliputi prestasi akademik yang tinggi. Dengan demikian, untuk menghasilkan
generasi yang kompeten dan sukses sejalan dengan filsafat pendidikan,
memperhatikan kecerdasan emosional siswa adalah sesuatu hal yang penting.
disusun oleh : Febblina Daryanes
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W. & Krathwohl. (2010). Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arends, R. (2008). Learning to Teach.
Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.
Arikunto, S.
(2012). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara
Bilgin, I., Senocak, E., Sozbilir, M.
(2009). The Effects of Problem-Based Learning Instruction on University
students Performance of Conceptual and Quatitative Problem in Gas Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, Science
& Technology Education, Vol. 5, No. 2, 153-164.
Campbell, N, A., Reece, J, B., Mitchell,
L, G. (2004). Biologi Edisi Kelima Jilid
3. Erlangga. Jakarta.
Costa, A. L. (1991). The search for
intelligent life. In A. Costa (Ed.), The school as a home for the mind (pp.
19–31). Palatine, IL: Skylight Training and Publishing.
Costa,
A. L., & Kallick, B. (2000). Assesing
and reporting on habits of Mind. Alexandria: Association for Supervision
and Curriculum Development (ASCD).
Costa, A. L. & Kallick, B.
(2008). Learning and Leading with Habits of Mind : 16 Essential
Characteristics for Succes. Alexandria, VA. [Online]. Diakses 1 November
2015.
Dahar, R.,W. (2003). Teori-Teori
Belajar. Jakarta: Gelora
Aksara Prima
Duch, J.
B. (2001). The Power of Problem Based
Learning. Virginia: Streling.
Durgut,
M., Gerekan, B., Pehlivasn, A. (2013). The Impact of Emotional Intelligence on
the Achievement of Accounting Subject. International
Journal of Business and Social Science Vol. 4 No. 13
Etherington,
M., B. (2011). Investigative Primary Science: A Problem-based Learning
Approach. Australian Journal of Teacher
Education. Vol. 36, No. 9, 53-74.
Evans, P.
(2009). Is There a Link Between Problem Based Learning and Emotional
Intelligence?. Kathmandu University
Medical Journal, Vol. 7, No. 1, Issue 25, 4-7
Fraenkel
& Wallen. (2012). How to Design and
Evaluate research in education. New York: Mc Graw Hill.
Gamze, Serap, Mehmet. (2013). A Comparison of Achievement In Problem-Based, Strategic And Traditional
Learning Classes In Physics. International
Journal on New Trends in Education and Their Implications, vol 4, No. 1,
154-164.
Goleman.
(2000). Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Goleman.
(2002). Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih
Penting Daripada IQ). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Haka,
N. B. (2013). Pengaruh Asesmen Kinerja untuk Meningkatkan Habits of
Mind dan Penguasaan Konsep Siswa Kelas XI. (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Hartman,
K. B., Moberg, C. R., Lambert, J.M. (2012). Effectiveness of Problem-Based
Learning in Introductory Business Courses. Journal
of Instructional Pedagogies, 1-13.
Hosnan.
(2014). Pendekatan Saintifik dan
Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia
Idris,
T. (2013). Penerapan Asesmen Portofolio
untuk Meningkatkan Habits of Mind dan Penguasaan Konsep Siswa Kelas XI.
(Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Johnson,
B., & Ritledge, M. (2005). Habits of
mind: a curriculum for community high school of vermont students. Vermont:
Vermont Consultant for Language and Learning
Kurniawan,
I. S. (2015). Implementasi Problem Based
Learning Open Ended dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa pada Materi Sistem Sirkulasi pada Sekolah di Perkotaan dan
Pedesaan. (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Lambors, A. (2004). Problem Based Learning in Middle and High
School Classroom. California : Corwin Press A Sage Publications Company.
Isfiani, I. R. (2014). Analisis
Hubungan Antara Habits of Mind, Tingkat Kecemasan Kognitif, dan Hasil Belajar
Biologi Pada Siswa Kelas XI SMA Kota Bandung.
Sekolah Pascasarjana UPI. Tesis. Tidak diterbitkan.
Mahardi,
A., dan Sumarmo, U. (2011). Pengaruh strategi Mathematical Habits of Mind (MHM)
Berbasis Masalah terhadap Kreatifitas Siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan 30, (2), 216-229.
Marzano,
R.J., (1994). Assesing students outcomes;
performance assessment using the dimensions of learning model. Alexandria,
Virginia USA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Marzano,
R.J. (1997) Dimensions of learning
trainer’s manual. Alexandria, Virginia USA: Mid-continent Regonal
Educational Laboratory
Mayer, J.D. and Salovey, P. (1997).
What is emotional intelligence? In Salovey, P and Sluyter,C.Emotional
development and emotional intelligence: Implication for educator. New
York:Basic.
Mayer, J.D., Salovey, P., Caruso,
D.R. (2008). Emotional Intelligence: New Ability or Eclectic Traits? American
Psychologist, Vol. 63, No. 6, pg 503–517.
Meltzer D.
E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual
Learning Gain in Physic: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Scores. American Journal Physic. 70 (2),
1259-1267.
Nurmaulita.
(2014). Pembentukan Habits of Mind Siswa Melalui Pembelajaran Salingtemas Pada
Matapelajaran Fisika. Jurnal Online
Pendidikan Fisika, Vol. 3, No. 2.
Nwadinigwe,
I.P & Azuka-Obieke, U. (2012). The Impact of Emotional Intelligence on
Academic Achievement of Senior Secondary School Students in Lagos, Nigeria. Journal of Emerging Trends in Educational
Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): 395-401 (ISSN: 2141-6990)
.
Purtadi, S & Sari, L. P.
(2005). Metode Belajar Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) Berbantu Diagram Vee dalam Pembelajaran Kimia.Yogyakarta:
Makalah Seminar Nasional MIPA Yogyakarta.
Purwanto, M. N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rafaei, W. (1998). Menaging
Studuent Intake At Graduate Level, Paper presented at the Third Annual
Asian Academy for Management Conference 16-17 July 1998 at Kuala Terengganu.
Rakhmawati,
I. (2013). Penerapan Asesmen Portofolio
Elektronik untuk Meningkatkan Habits of Mind dan Penguasaan Konsep Mahasiswa
Pendidikan Biologi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Risnanosanti. (2011). Peranan Habits of Mind dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematis
Tingkat Tinggi. Lampung: Makalah dalam Seminar Nasional Pendidikan MIPA
UNILA.
Rustaman, N., Y. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rowelie, M., Cristelle, P.A.,
Lorraine, S., Katherine, T. (2015). Predictive
Ability of Emotional Intelligence and Adversity Quotient on Academic
Performance of USC College Students. Cebu City, Philippines
Salovey, P. & Mayer, J. D. (1990). Emotional Intelligence. Baywood Publishing Co. Inc.
Simone,
C., D. (2014). Problem-Based Learning in Teacher Education: Trajectories of
Change. International Journal of
Humanities and Social Science, Vol 4, No. 12, 11-29.
Sriyati, S. (2011). Penerapan
Asesmen Formatif Untuk Membentuk Habits of Mind Mahasiswa Biologi. Sekolah
Pascasarjana UPI Bandung. Disertasi. Tidak diterbitkan.
Sudijono,
A. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Sugiyono.
(2014). Metode Penelitian Kombinasi
(Mixed Methods). Bandung. Alfabeta
Sumaya.
(2004). Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Pakem. [Online] Tersedia: http://www.google.co.id/#hl=id&q=Penguasaan+konsep.html
Tishman,
S., & Perkins, D. (1997). The language of thinking. Phi Delta Kappan 78(5),
368–374
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wollfold, A., E & Nicolish, L.,
M. (2004). Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi
Pembelajaran I). Jakarta: Inisiasi Press.
Yahaya, A., Ng Sar Ee, Bachok, J.
D., Yahaya, N., Boon, Y. (2012). The Impact of Emotional Intelligence Element
on Academic Achievement. Archives Des Sciences (65), 4