Thursday, 20 January 2022

 Kecerdasan Emosional/ Emotional Quotient (EQ)

Mayer dan Salovey dalam Yahaya (2012) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kecerdasan yang melibatkan kemampuan untuk mengendalikan emosi diri dan emosi terhadap orang lain. Menurut mereka, kecerdasan emosional dapat dikategorikan ke dalam lima aspek, yaitu: kesadaran diri, mengatur emosi, motivasi diri, empati dan kemampuan interpersonal.

1.      Kesadaran diri dan mengetahui emosi diri sendiri serta dapat mengidentifikasi emosi ketika emosi tersebut muncul. Kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Mayer dalam Goleman (2002) menyatakan bahwa kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

2.      Mengatur emosi adalah menjaga dan menangani emosi diri. Menurut Goleman (2002) mengatur emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mempengaruhi kestabilan kita.

3.      Motivasi diri adalah langkah untuk menggunakan emosi positif dalam mencapai tujuan. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan), memotivasi diri sendiri (prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri)

4.      Empati adalah sensitif terhadap perasaan orang lain, peduli dan menerima perspektif mereka dan menghargai perbedaan yang ada dalam perasaan orang lain. Goleman (2002) mengatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

5.      Keterampilan interpersonal dapat mengontrol emosi orang lain, memiliki kompetensi dan keterampilan sosial. Kemampuan ini merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Kemudian, Mayer dan Salovey (1997) menyempurnakan definisi kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mendeteksi emosi, untuk menggunakan dan menciptakan emosi dalam berpikir, memahami emosi dan mengakuisisi pengetahuan mengenai emosi, dan selalu berpikir untuk mengendalikan emosi. Menurut Salovey & Mayer (1990) bahwa emosi membuat berpikir cerdas. Selanjutnya, Mayer et al. (2008) menyatakan bahwa beberapa individu memiliki kapasitas yang lebih besar daripada yang lain untuk melaksanakan pengolahan emosi dan mengatur rangsangan emosi, dan menggunakan informasi ini sebagai dasar untuk berpikir dan perilaku. Berdasarkan pernyataan tersebut, tampak bahwa individu dengan tingkat kecerdasan emosi yang tinggi, yang mampu memperhatikan, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi dengan baik, akan berpotensi dapat beradaptasi dengan lingkungan dan orang lain secara baik.

Goleman (2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosional bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa atau memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sedemikian sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan orang ketiga sama dengan orang lain secara lancar menuju tujuan bersama. Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional meliputi kecerdasan interpersonal (kecerdasan pribadi) dan intrapersonal (kecerdasan sosial) yang berfungsi sebagai tali pengendali untuk menyeimbangkan perasaan, pikiran serta tindakan, meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.

Kecerdasan emosional menjadi populer dalam pembahasan Daniel Goleman di tahun 1995. Ia percaya bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh kuat dalam IQ (Yahaya, 2012). Goleman (2000) menyatakan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Durgut et al. (2013) bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dan prestasi akademi.  Menurut Epstein dan Le Doux dalam Nwadinigne & Azuka (2012), mengatakan bahwa kedua domain, baik itu domain kognitif maupun domain emosional siswa perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam akademik dan harus menjadi tujuan utama untuk mendidik siswa.

Kecerdasan emosional ini sangat diperlukan oleh siswa baik itu untuk belajar, berinteraksi dan berkomunikasi tidak hanya dengan guru mereka, tetapi juga dengan teman sekelas. Pada fenomena sehari-hari, kecerdasan emosi dianggap menjadi kemampuan yang membantu seseorang mengartikan dan menanggapi emosi yang berbeda dialami oleh seseorang setiap harinya. Menurut Nelson dan Rendah dalam Rowelie et al. (2015) siswa yang kecerdasan emosionalnya rendah akan mengalami beberapa tantangan dalam penyesuaian diri atau akan sulit untuk menangani secara efektif tuntutan tugas-tugas di sekolah, maka siswa tersebut mungkin tidak akan mampu mencapai tujuan pribadi yang meliputi prestasi akademik yang tinggi. Dengan demikian, untuk menghasilkan generasi yang kompeten dan sukses sejalan dengan filsafat pendidikan, memperhatikan kecerdasan emosional siswa adalah sesuatu hal yang penting.

disusun oleh : Febblina Daryanes

  

DAFTAR PUSTAKA

 

Anderson, L. W. & Krathwohl. (2010). Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends, R. (2008). Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.

 Arikunto, S. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Bilgin, I., Senocak, E., Sozbilir, M. (2009). The Effects of Problem-Based Learning Instruction on University students Performance of Conceptual and Quatitative Problem in Gas Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol. 5, No. 2, 153-164.

Campbell, N, A., Reece, J, B., Mitchell, L, G. (2004). Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Costa, A. L. (1991). The search for intelligent life. In A. Costa (Ed.), The school as a home for the mind (pp. 19–31). Palatine, IL: Skylight Training and Publishing.

 

Costa, A. L., & Kallick, B. (2000). Assesing and reporting on habits of Mind. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).

Costa, A. L. & Kallick, B. (2008). Learning and Leading with Habits of Mind : 16 Essential Characteristics for Succes. Alexandria, VA. [Online]. Diakses 1 November 2015.

 

Dahar, R.,W. (2003). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Gelora Aksara Prima

 

Duch, J. B. (2001). The Power of Problem Based Learning. Virginia: Streling.

 

Durgut, M., Gerekan, B., Pehlivasn, A. (2013). The Impact of Emotional Intelligence on the Achievement of Accounting Subject. International Journal of Business and Social Science Vol. 4 No. 13

 

Etherington, M., B. (2011). Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach. Australian Journal of Teacher Education. Vol. 36, No. 9, 53-74.

 

Evans, P. (2009). Is There a Link Between Problem Based Learning and Emotional Intelligence?. Kathmandu University Medical Journal, Vol. 7, No. 1, Issue 25, 4-7

 

Fraenkel & Wallen. (2012). How to Design and Evaluate research in education. New York: Mc Graw Hill.

 

Gamze, Serap, Mehmet. (2013).  A Comparison of Achievement In Problem-Based, Strategic And Traditional Learning Classes In Physics. International Journal on New Trends in Education and Their Implications, vol 4, No. 1, 154-164.

 

Goleman. (2000). Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

 

Goleman. (2002). Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

 

Haka, N. B. (2013). Pengaruh  Asesmen Kinerja untuk Meningkatkan Habits of Mind dan Penguasaan Konsep Siswa Kelas XI. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hartman, K. B., Moberg, C. R., Lambert, J.M. (2012). Effectiveness of Problem-Based Learning in Introductory Business Courses. Journal of Instructional Pedagogies, 1-13.

Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia

Idris, T. (2013). Penerapan Asesmen Portofolio untuk Meningkatkan Habits of Mind dan Penguasaan Konsep Siswa Kelas XI. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Johnson, B., & Ritledge, M. (2005). Habits of mind: a curriculum for community high school of vermont students. Vermont: Vermont Consultant for Language and Learning

Kurniawan, I. S. (2015). Implementasi Problem Based Learning Open Ended dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Sistem Sirkulasi pada Sekolah di Perkotaan dan Pedesaan. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Lambors, A. (2004).  Problem Based Learning in Middle and High School Classroom. California : Corwin Press A Sage Publications  Company.

 

Isfiani, I. R. (2014). Analisis Hubungan Antara Habits of Mind, Tingkat Kecemasan Kognitif, dan Hasil Belajar Biologi Pada Siswa Kelas XI SMA Kota Bandung. Sekolah Pascasarjana UPI. Tesis. Tidak diterbitkan.

 

Mahardi, A., dan Sumarmo, U. (2011). Pengaruh strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) Berbasis Masalah terhadap Kreatifitas Siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan 30, (2), 216-229.

Marzano, R.J., (1994). Assesing students outcomes; performance assessment using the dimensions of learning model. Alexandria, Virginia USA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Marzano, R.J. (1997) Dimensions of learning trainer’s manual. Alexandria, Virginia USA: Mid-continent Regonal Educational Laboratory

Mayer, J.D. and Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence? In Salovey, P and Sluyter,C.Emotional development and emotional intelligence: Implication for educator. New York:Basic.

 

Mayer, J.D., Salovey, P., Caruso, D.R. (2008). Emotional Intelligence: New Ability or Eclectic Traits? American Psychologist, Vol. 63, No. 6, pg 503–517.

 

Meltzer D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physic: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Scores. American Journal Physic. 70 (2), 1259-1267.

 

Nurmaulita. (2014). Pembentukan Habits of Mind Siswa Melalui Pembelajaran Salingtemas Pada Matapelajaran Fisika. Jurnal Online Pendidikan Fisika, Vol. 3, No. 2.

 

Nwadinigwe, I.P & Azuka-Obieke, U. (2012). The Impact of Emotional Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in Lagos, Nigeria. Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): 395-401 (ISSN: 2141-6990)

.

Purtadi, S & Sari, L. P. (2005). Metode Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Berbantu Diagram Vee dalam Pembelajaran Kimia.Yogyakarta: Makalah Seminar Nasional MIPA Yogyakarta.

 

Purwanto, M. N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Rafaei, W. (1998). Menaging Studuent Intake At Graduate Level, Paper presented at the Third Annual Asian Academy for Management Conference 16-17 July 1998 at Kuala Terengganu.

 

Rakhmawati, I. (2013). Penerapan Asesmen Portofolio Elektronik untuk Meningkatkan Habits of Mind dan Penguasaan Konsep Mahasiswa Pendidikan Biologi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Risnanosanti. (2011). Peranan Habits of Mind dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi. Lampung: Makalah dalam Seminar Nasional Pendidikan MIPA UNILA.

Rustaman, N., Y. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

 

Rowelie, M., Cristelle, P.A., Lorraine, S., Katherine, T. (2015). Predictive Ability of Emotional Intelligence and Adversity Quotient on Academic Performance of USC College Students. Cebu City, Philippines

 

Salovey, P. & Mayer, J. D. (1990). Emotional Intelligence. Baywood Publishing Co. Inc.

Simone, C., D. (2014). Problem-Based Learning in Teacher Education: Trajectories of Change. International Journal of Humanities and Social Science, Vol 4, No. 12, 11-29.

Sriyati, S. (2011). Penerapan Asesmen Formatif Untuk Membentuk Habits of Mind Mahasiswa Biologi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Disertasi. Tidak diterbitkan.

 

Sudijono, A. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. Alfabeta

Sumaya. (2004). Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Pakem. [Online] Tersedia: http://www.google.co.id/#hl=id&q=Penguasaan+konsep.html

Tishman, S., & Perkins, D. (1997). The language of thinking. Phi Delta Kappan 78(5), 368–374

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 

Wollfold, A., E & Nicolish, L., M. (2004). Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I). Jakarta: Inisiasi Press.

 

Yahaya, A., Ng Sar Ee, Bachok, J. D., Yahaya, N., Boon, Y. (2012). The Impact of Emotional Intelligence Element on Academic Achievement. Archives Des Sciences (65), 4